///

Biksu di Thailand Ciptakan Jubah Oranye yang Ikonik dari Plastik Daur Ulang

Membantu meringankan penderitaan di dunia adalah salah satu tujuan dari ajaran agama Buddha dalam membimbing perjalanan para pengikutnya dari lahir hingga wafat. Untuk satu kuil Buddha di Thailand, tidak hanya makanan, uang dan pakaian yang disumbangkan oleh para peziarah guna mencapai tujuan tersebut, namun para peziarah juga terkadang membawa sampah plastik untuk ikut disumbangkan.

Meskipun sebagian besar penyumbang polusi limbah plastik berasal dari China, India dan Amerika Serikat, namun Thailand juga menjadi salah satu dari lima negara contributor terbesar untuk limbah plastik di dunia.

Thailand memiliki masyarakat yang mayoritas beragama Buddha. Menurut Phra Maha Pranom Dhammalangkaro, kuilnya melakukaan salah satu kegiatan untuk memerangi krisis lingkungan global dimana hal tersebut sejalan dengan ajaran agama Buddha.

Dia telah mengubah kuil Wat Chak Daeng di Provinsi Samut Prakan, tepat di selatan kota Bangkok, menjadi kiblat daur ulang. Sebuah mesin daur ulang besar ditempatkan disana, mengolah beragam macam plastik seperti kantong plastik dan botol yang disumbangkan ke dalam bal besar dan diatur oleh para Biksu untuk selanjutnya dikirim ke pabrik daur ulang.

Setelah di pecah dalam mesin, plastik diubah menjadi serat kain polyester yang kemudian dicelup para biarawan dalam cairan pewarna dan berubah menjadi jubah oranye saffron ikonik yang sering digunakan oleh para biksu.

“Menyumbang 1kg botol plastik dapat membantu para biksu dan biarawan untuk membuat satu set lengkap jubah bagi biksu yang mana hal tersebut dapat mengembalikan apa yang sudah Anda sumbangkan dalam nilai tinggi yaitu berupa pahala.” Ungkap kepala biara Kuil Wat Chak Daeng, Maha Pranom.

Ketika Abbas Pranom menjelajah ke komunitas di sekitar Thailand, para warga justru lebih memilih untuk menyumbangkan sampah plastik daripada makanan, karena mereka ingin mendapatkan berkah dari apa yang mereka sumbangkan. Dalam artian, sampah plastik memiliki nilai berkah lebih tinggi.

Dalam dua tahun terakhir, Kuil Wat Chak Daeng telah menghasilkan lebih dari 800 set pakaian, yang dijual dengan harga antara 2.000 baht dan 5.000 baht. Pendapatan itu membuat produsen daur ulang tetap mampu berjalan dengan baik, bersama dengan staf sukarelawan, pensiunan dan penyandang cacat.

“Jika Kamu tidak mengumpulkan sampah-sampah plastik, dimana semua sampah ini akan berakhir? Itu akan mengendap di perut lumba-lumba, paus dan hewan laut lainnya.” Ucap kepala biksu.

Menurut Konservasi Laut, terdapat 40 ton plastik yang telah di daur ulang oleh para Biksu adalah sebuah langkah yang bagus dalam membantu membendung arus polusi limbah plastik dari Thailand yang memiliki predikat negara dari Asia Tenggara yang berada di posisi ke-5 dalam daftar negara-negara pencemar plastik di dunia.

“Tidak hanya para biksu yang memberikan kontribusi nyata untuk mendaur ulang sampah plastik, namun apa yang mereka lakukan ini juga sebagai langkah guna meningkatkan kesadaran peduli lingkungan di dalam komunitas mereka.” Ungkap Chever Voltmer selaku Direktur Inisiatif Plastik dari Konservasi Laut.

Original Article

10 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.