emosional

Kekuatan Penerimaan Diri

/

Di era yang didominasi oleh gambar-gambar online yang dikurasi, di mana ekspektasi masyarakat terus berubah dan berkembang, pentingnya penerimaan diri tidak dapat diragukan lagi.  Pada intinya, penerimaan diri adalah tindakan mengenali dan menerima setiap aspek diri – mulai dari kekuatan dan pencapaian hingga kekurangan dan ketidaksempurnaan.  Ini adalah landasan kesejahteraan mental dan emosional, yang membuka jalan menuju kepuasan sejati dan pertumbuhan pribadi. Pertama, penerimaan diri memainkan peran penting dalam memelihara kesehatan mental.  Dengan mengakui dan menerima diri-sejati kita, kita mengurangi gejolak psikologis yang timbul dari penolakan diri.  Menekan atau menyangkal bagian dari diri kita dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan banyak

Bahaya Tersembunyi dari Toxic Positivity

Di zaman yang didominasi oleh gulungan sorot media sosial dan foto-foto kehidupan yang “sempurna”, tren baru yang tampaknya jinak telah mengakar: toxic positivity.  Meskipun frasa tersebut mungkin terdengar oksimoronik, frasa tersebut menunjukkan kepedulian yang nyata dan terus berkembang dalam mengejar kesejahteraan mental dan emosional kita. Toxic positivity mengacu pada generalisasi berlebihan dari keadaan bahagia dan optimis di semua situasi.  Ini adalah penghilangan emosi yang sebenarnya, mantra “good vibes only”, desakan bahwa seseorang harus “tetap positif” dalam menghadapi perjuangan atau rasa sakit yang tulus.  Di permukaan, ini mungkin terdengar seperti sentimen yang membesarkan hati. Tapi ketika mereka membatalkan emosi asli, mereka

/

Kekuatan Penerimaan Diri

Di era yang didominasi oleh gambar-gambar online yang dikurasi, di mana ekspektasi masyarakat terus berubah dan berkembang, pentingnya penerimaan diri tidak dapat diragukan lagi.  Pada intinya, penerimaan diri adalah tindakan mengenali dan menerima setiap aspek diri – mulai dari kekuatan dan pencapaian

Bahaya Tersembunyi dari Toxic Positivity

Di zaman yang didominasi oleh gulungan sorot media sosial dan foto-foto kehidupan yang “sempurna”, tren baru yang tampaknya jinak telah mengakar: toxic positivity.  Meskipun frasa tersebut mungkin terdengar oksimoronik, frasa tersebut menunjukkan kepedulian yang nyata dan terus berkembang dalam mengejar kesejahteraan mental